Aku
tak pernah memilih untuk menjadi seorang perempuan
Yang
dicipta dari tulang rusuk laki-laki
Pendamping
sehidup sematimu
Teman
sehati seasamu
Mungkin
aku perempuan yang dicipta dari tulang engselmu?
Harus
selalu manut,
nurut ketika kau kayuh tanpa rasa
Atau
aku memang benar dicipta dari tulang kakimu?
Yang
tetap bersikukuh teguh tanpa geliat ronta walau terus kau injak
Karena
aku perempuan
Tak
ada hasrat berceracau padamu
Apalagi
nyinyir padaMu, Tuhan
Buatmu,
keluh resah ini hanyalah bahan olok-olok saja
Ini
cuma secuil riak kesal dari sejuta rekah cita, dalam rentang cinta kita di bentang takdir
Mengapa
risau membaca raut mukaku?
Karena
aku perempuan
Yang
'kan terlunta tanpa asah asih asuhmu
Aku
tahu, kecantikanku semakin kerontang dimakan umur
Kau
bilang gemulaiku sudah tak pancarkan pesona lagi?
Bukankah
perawanku dulu kau yang kelupas?
Lihatlah
kerut menggurat di sekitar
pelupuk mataku!
Pipiku
yang dulu kau kagumi, kini
limbung terhuyung tak kencang lagi
Gelagat
keriput melumuti perjuangan hari-hariku
Aku
sedang tidak membicarakan hakikat cinta seorang perempuan yang sering salah kau
tafsir
Sudah
gurat nasibku menjadi seorang perempuan?
Berkain
belacu berkerudung malu
Berselimut
pesing ompol anak-anak
Berpanggang
asap dan langu bau bumbu dapur aroma khas tubuhku
Wajahku
pias, keringat terperangkap dalam keseharian yang kuanyam, demi kenyamananmu dan anak-anak
Karena
aku perempuan
Dalam
lelah kalah, jangan pula kau rajam rasaku
Tabukah
aku jika mengerang harap buai mesramu?
Jangan
kau tanya cinta
Cintaku
tak 'kan tersungkur ditikam kala
Namun
cintaku akan tanggal jika kesetiaan hanya salinan perjanjian yang fasih kau pahat
di buku nikah saja
Setiaku
telah sepuh tak pernah surut apalagi susut
Terus
kupijari lubuk cinta kita yang semakin lusuh, kumuh dibekap acuh dileceh waktu
Sungging
senyummu mengecoh
Merenggut telak tulusku
Menohok keras lugu seorang perempuan
Apakah
masih ada kehadiranku dihatimu? Atau telah lama usai?
Aih,
dendang tawamu, masih bisakah aku dan anak-anak nikmati?
Apa
lagi yang bisa kubingkai, jika cinta telah menjadi bangkai?
Apa
lagi yang bisa kukenang, jika kesyahduan cinta kau simpan di jambangan masa
silam?
Dan
rasamu jadi mangkir dijejal rayu dibekap peluk perempuan-perempuan lain
Sudah
gurat nasibkah menjadi seorang perempuan? Yang selalu sedia mengalah dan melupakan
semua kekhilafan seorang laki-laki
Secepatnya
kumaafkan
Melihatmu pulang dengan selamat, aku sudah bersyukur
Tuhan,
mungkin karena aku perempuan
Perempuan
biasa saja
Perempuan
yang sebenarnya tak sulit untuk kau mengerti
Karena
aku perempuan
Di
rahim ajalku, kau titipkan benih
Dari
luka perih menganga, lahirlah anak-anak kita
Dengan
letih nyeri, kutopang kibar anak-anak kita
Apakah
kau pikir, aku menyesal menjadi seorang ibu?
Jangan
pernah remehkan kasih sayang seorang ibu
Tanpa
seorang ibu, kau mungkin tak akan seperti sekarang ini
Hei
laki-laki! Bukankah aku dan ibumu sama-sama seorang perempuan?
Atau
aku cuma comberan tempatmu membuang syahwat?
Ah,
lagi-lagi aku terus saja berceracau!
Hatiku
gamang saat kau jauh
Jujur,
aku butuh kau ada di sampingku
Di saat kutenggelam di genang sepi
Mana
tanganmu yang 'kan
merengkuh jemari,
lalu peluk ringkih tubuh ini?
Selama
masih ada degup jantungku, selama itu pula desis cintaku tetap hidup
Tak
terasa usia pernikahan kita telah sepenggalan naik
Sebentar
lagi ditelan senja
Anak-anak
telah selesai makan dan mengulang kembali pelajarannya di sekolah
Sekarang
mereka telah bersiap kembali ke peraduan
Telah
kukenakan pula gaun malam butut hadiah perkawinan kita dulu
Cipratan
parfum murahan dan polesan gincu tipis, berharap kau suka aku apa adanya
Seperti
biasa, aku setia menunggumu
Makan
malam telah tersaji dingin
Tak
ada kabar, apakah kau pulang larut? Atau tidak?
Karena
aku perempuan
Menunggumu
hingga kutertidur di sofa
Subuh
kau datang dalam mabuk terhuyung
Kau
masuk menubrukku hingga jatuh tersungkur
Maaf!
Cuma itu yang keluar dari mulut berbau alkoholmu
Ah,
itu masih lebih baik dari pada kau menamparku
Pagi
sekali sebelum anak-anak bangun, seperti biasa pula, aku bersihkan lantai yang
dipenuhi ceceran muntahmu
*********
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar