Selasa, 25 Juni 2013

Karena Aku Perempuan






Aku tak pernah memilih untuk menjadi seorang perempuan
Yang dicipta dari tulang rusuk laki-laki
Pendamping sehidup sematimu
Teman sehati seasamu

Mungkin aku perempuan yang dicipta dari tulang engselmu?
Harus selalu manut, nurut ketika kau kayuh tanpa rasa
Atau aku memang benar dicipta dari tulang kakimu?
Yang tetap bersikukuh teguh tanpa geliat ronta walau terus kau injak

Karena aku perempuan
Tak ada hasrat berceracau padamu
Apalagi nyinyir padaMu, Tuhan
Buatmu, keluh resah ini hanyalah bahan olok-olok saja
Ini cuma secuil riak kesal dari sejuta rekah cita, dalam rentang cinta kita di bentang takdir
Mengapa risau membaca raut mukaku?

Karena aku perempuan
Yang 'kan terlunta tanpa asah asih asuhmu
Aku tahu, kecantikanku semakin kerontang dimakan umur
Kau bilang gemulaiku sudah tak pancarkan pesona lagi?
Bukankah perawanku dulu kau yang kelupas?
Lihatlah kerut menggurat di sekitar pelupuk mataku!
Pipiku yang dulu kau kagumi, kini limbung terhuyung tak kencang lagi
Gelagat keriput melumuti perjuangan hari-hariku

Aku sedang tidak membicarakan hakikat cinta seorang perempuan yang sering salah kau tafsir
Sudah gurat nasibku menjadi seorang perempuan?
Berkain belacu berkerudung malu
Berselimut pesing ompol anak-anak
Berpanggang asap dan langu bau bumbu dapur aroma khas tubuhku
Wajahku pias, keringat terperangkap dalam keseharian yang kuanyam, demi kenyamananmu dan anak-anak

Karena aku perempuan
Dalam lelah kalah, jangan pula kau rajam rasaku
Tabukah aku jika mengerang harap buai mesramu?
Jangan kau tanya cinta
Cintaku tak 'kan tersungkur ditikam kala
Namun cintaku akan tanggal jika kesetiaan hanya salinan perjanjian yang fasih kau pahat di buku nikah saja

Setiaku telah sepuh tak pernah surut apalagi susut
Terus kupijari lubuk cinta kita yang semakin lusuh, kumuh dibekap acuh dileceh waktu
Sungging senyummu mengecoh
Merenggut telak tulusku
Menohok keras lugu seorang perempuan
Apakah masih ada kehadiranku dihatimu? Atau telah lama usai?

Aih, dendang tawamu, masih bisakah aku dan anak-anak nikmati?
Apa lagi yang bisa kubingkai, jika cinta telah menjadi bangkai?
Apa lagi yang bisa kukenang, jika kesyahduan cinta kau simpan di jambangan masa silam?
Dan rasamu jadi mangkir dijejal rayu dibekap peluk perempuan-perempuan lain
Sudah gurat nasibkah menjadi seorang perempuan? Yang selalu sedia mengalah dan melupakan semua kekhilafan seorang laki-laki
Secepatnya kumaafkan
Melihatmu pulang dengan selamat, aku sudah bersyukur
Tuhan, mungkin karena aku perempuan
Perempuan biasa saja
Perempuan yang sebenarnya tak sulit untuk kau mengerti

Karena aku perempuan
Di rahim ajalku, kau titipkan benih
Dari luka perih menganga, lahirlah anak-anak kita
Dengan letih nyeri, kutopang kibar anak-anak kita
Apakah kau pikir, aku menyesal menjadi seorang ibu?
Jangan pernah remehkan kasih sayang seorang ibu
Tanpa seorang ibu, kau mungkin tak akan seperti sekarang ini
Hei laki-laki! Bukankah aku dan ibumu sama-sama seorang perempuan?
Atau aku cuma comberan tempatmu membuang syahwat?

Ah, lagi-lagi aku terus saja berceracau!
Hatiku gamang saat kau jauh
Jujur, aku butuh kau ada di sampingku
Di saat kutenggelam di genang sepi
Mana tanganmu yang 'kan merengkuh jemari, lalu peluk ringkih tubuh ini?
Selama masih ada degup jantungku, selama itu pula desis cintaku tetap hidup

Tak terasa usia pernikahan kita telah sepenggalan naik
Sebentar lagi ditelan senja
Anak-anak telah selesai makan dan mengulang kembali pelajarannya di sekolah
Sekarang mereka telah bersiap kembali ke peraduan
Telah kukenakan pula gaun malam butut hadiah perkawinan kita dulu
Cipratan parfum murahan dan polesan gincu tipis, berharap kau suka aku apa adanya

Seperti biasa, aku setia menunggumu
Makan malam telah tersaji dingin
Tak ada kabar, apakah kau pulang larut? Atau tidak?
Karena aku perempuan
Menunggumu hingga kutertidur di sofa
Subuh kau datang dalam mabuk terhuyung
Kau masuk menubrukku hingga jatuh tersungkur
Maaf! Cuma itu yang keluar dari mulut berbau alkoholmu
Ah, itu masih lebih baik dari pada kau menamparku
Pagi sekali sebelum anak-anak bangun, seperti biasa pula, aku bersihkan lantai yang dipenuhi ceceran muntahmu


*********





*********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar